Cerita Seks Tak Terduga Dengan Teman Satu Kontrakan

Kisah seks kali ini terjadi saat aku mengontrak sebuah rumah sekaligus kantor dengan teman sekantor saat ditugaskan di sebuah kota kecil.


Namaku Hari, 37 tahun. Aku adalah seorang laki laki biasa yangsudah 3 tahun ditinggalkan oleh istri aku, karena ada masalah yang masing-masing tidak mau mengalah. Akhirnya dia memilih pergi dari aku. Dan karena kepergiannya, kini flat yang biasanya kami tempati itu jadi punya dua kamar kosong.

Di tempat kerja, akupun sudah tidak banyak bercanda seperti biasanya. Dan itu yang membuat Astri (35 tahun) salah satu wanita teman kerja aku merasa simpati pada aku.

Aku dan Astrid bekerja di sebuah perusahaan konstruksi, yang kebetulan ditugaskan di kota yang sama di P. Sumatra. Kebetulan pula kami dalam tim yang sama, tim perencanaan yang terdiri dari 2 orang.

Karena bekerja di wilayah cakupan kerja yang sama, maka kami diharuskan mencari basecamp sebagai sekretariat kerja. Berbeda dengan tim kerja lain yang sekretariatnya tidak ditinggali karena personilnya kebanyakan memilih kost, maka aku dan Astrid memilih tinggal di basecamp. Selain bisa menghemat biaya operasional, juga bisa lebih intensif dan sepemahaman dengan pekerjaan.

Tanpa terasa kami sudah 8 bulan kerja dan tinggal di secretariat. Selain lebih padu dalam menyusun dokumen perencaaan, kami juga semakin akrab. Karena tinggal dalam satu atap, rutinitas dan keseharian kami juga terekspose satu sama lain.

Soal kebersihan rumah kami bagi piket. Bahkan untuk soal cuci pakaian. Sehingga aku cukup tau berapa ukuran dalaman Astrid. Demikian pula dia. Uniknya lagi melihat dia keluar dari kamar mandi Cuma pakai handuk, atau saat mencuci pakaian Cuma pakai daster tipis basah sepaha yang sering mencetak sembulan payudara 36B nya hingga celana dalamnya adalah hal yang biasa. Meskipun dampaknya tak jarang aku harus ke kamar mandi untuk onani.

Dia juga tidak merasa risih bila aku keluar masuk kamar mandi dengan boxer atau handuk. Saking akrabnya, kami kadang sering ngobrol dan bercanda di luar batas pertemanan. Tak jarang hal-hal berbau ranjang sering kami jadikan bahan tertawaan. 

Astrid sendiri sudah punya 1 anak dari hasil perkawinannya yang gagal, dimana hampir 5 tahun ini selalu gagal mengurus perceraiannya dengan seorang pria mantan makelar yang beberapa kali tertangkap karena judi.

Meskipun sudah punya anak, tubuh Astrid masih sangat terawat. Apalagi badannya terasa keras dan padat, tidak ada lemak di mana-mana.

Lama-lama aku jadi tertarik dengan tubuhnya, tapi selalu kutahan. Lagipula dia orangnya baik, dan tak tega rasanya untuk melakukan hal-hal di luar batas. MEskipun kalau sudah tak tahan aku harus berjuang sendiri memuncratkan di kamar mandi.

Suatu hari di bulan DEsember, kami baru pulang dari lapangan setelah 2 hari melakukan survey. Setelah bebersih, seperti biasa kami duduk di sofa tamu yang berdekatan dengan meja kerja kami.  Tak berapa lama kami ngobrol aku meminta dia untuk mengolah minuman di kulkas sementara aku langsung ke kamar mandi untuk menumpahkan air pipis yang sejak dari tadi sudah di ujung kemaluanku.

Sekembalinya aku keruang tamu Astrid sudah duduk sambil baca baca majalah dengan sekaleng Coca-Cola sementara di meja terlihat beberapa botol teh dengan 2 buah gelas serta semangkuk batu es.  Akupun duduk di sampingnya. Tapi tidak terlalu rapat. Aku hidupkan TV kebetulan acara berita nasional negara ini.

Kamipun bercerita panjang lebar tentang banyak hal saat survey. Entah bagaimana malah nyerempet-nyerempet ke urusan ranjang, dan membuat kami jadi sering tertawa.  Tapi setiap kali kami saling melontarkan lelucon dia selalu tersenyum sambil matanya memandang ke arah selangkanganku. Aku langsung melirik selangkanganku, rupanya aku lupa men-zip-nya. Langsung kutarik zip-nya, sambil bercanda padanya.

“Maklumlah Tri, soalnya udah lama sarangnya pergi!”, Kataku pada Astrid.

“Memangnya sudah berapa lama burungmu tidak masuk kandang?”, Astrid membalas candaku sambil meneguk Coca Cola dengan sedikit senyum di bibirnya.

“Kira kira 5 minggulah, emangnya kenapa nanya nanya?”, Aku meneruskan sambil mencoba membetulkan posisi dudukku.

“Akh, aku nggak percaya. Mana ada sich laki laki yang sudah pernah begituan akan tahan selama itu untuk tidak melakukannya?”, Bantahnya sambil senyum.

“Memang sich, aku nggak tahan. Jadi selama ini aku pakai tangan aja”, Jawabku.

Sambil tertawa lebar, Astrid menghampiriku. Dan Astrid duduk di sebelahku, rapat sekali.”Perlu dibantu?”, Tanyanya sambil tangan kanannya meraba-raba penisku.

“Eit, ….anu…ga papa nih ?”tanya aku sedikit bingung dibarengi nafsu yang tiba-tiba saja merangkak naik. Ini bisa terlihat dari burungku yang semakin besar dan mengeras. Ya, antara nafsu dan bingung sering melanda bila berhadapan dengan situasi seperti ini.

“Kita coba aja, mau gak ? Mumpung gratis”katanya sambil menutupkan punggung tangannya kea rah mulutnya yang tertawa tertahan. Diantara kikuk dan nafsu, aku jadi ikutan tertawa malu. Aku lihat wajahnya juga memerah, entah malu atau apa aku gak tahu.

Dengan menambah keberanian, kurangkul pundaknya sambil kulumat bibir menawan yang tanpa lipstick itu. Candaan dan obrolan kami ternyata berdampak pada situasi yang sepertinya tidak terkendali. Apalagi dengan tubuhnya yang Cuma berbalut kaos gombrong tipis dan celana hot pants ketat yang menampakkan seluruh paha besar dan halusnya, serta sedikit belahan memeknya yang menjeplak pada keketatan celananya yang tipis itu sukses membuatku meningkatkan agresivitas.

Astridpun membalas dengan nafasnya yang semakin membuatku untuk mempererat rangkulanku. Aku merasa sedikit sakit pada penisku yang sudah sangat keras karena rabaan Astrid. Dengan tak sabar kulepas rangkulanku dari pundak Astrid dan dengan kedua tanganku kubuka celanaku sambil tetap duduk. Agak susah memang. Tapi berhasil juga.

Kudengar Astrid mendesah bersamaan dengan tangannya yang menggenggam langsung penisku yang hanya pas-pasan dengan lingkaran tangannya itu. Kamipun kembali berpagutan, hanya kali ini tangan kiriku telah meremas-remas buah dadanya yang kenyal dan semakin kenyal itu. Sedangkan tangan kananku membelai-belai tengkuknya. Astrid semakin memperdengarkan desahnya.

“Har, kita ke kamar saja yuk..,Njirr aku jadi ikutan naik nich”, Astrid mengajak mesra sambil tersenyum menahan tawa. Aku pun berdiri, tapi ketika aku ingin membuka pakaianku, aku tersentak kaget karena Astrid sudah menarik penisku sambil berjalan ke arah kamar. “Pelan pelan Tri, sakit nich!”, protesku atas tangan Astrid yang menggenggam penisku dengan sangat ketat itu.

Aku berjalan mengikutinya sambil membuka bajuku ke arah kamar sembari menempelkan tubuhku ke punggungnya dan meremas dadanya dari belajang.

Sesampai di kamar Astrid dengan tergesa membuka seluruh pakaiannya. BH-nya, CD-nya. Semua dibuka dengan tergesa. Lalu Astrid langsung menghampiriku yang sudah lebih dulu berbaring telentang di atas kasur sambil mengocok perlahan penisku agar semakin tegang, sambil melihat Astrid membuka pakaiannya.

Astrid berbaring miring di sebelahku, bibirnya mencari bibirku sedangkan tangan kanannya menggantikan tanganku untuk mengocok-ngocok penisku. Aku mendesah. Astridpun semakin beringas menciumi seluruh wajahku. Telingakupun tak lepas dari sapuan lidahnya. Aku merasakan nikmat bercampur geli yang tak terkira.

Jilatan Astrid semakin turun ke arah leherku, dadaku dan kedua puting payudaraku juga dililitnya dengan lidah. Sambil tangannya semakin cepat mengocok penisku yang sedikit terasa sakit karena genggamannya terlalu keras.

“Udah lama banget gak ngerasain ini…”katanya.

“Emang kapan terakhir ?”tanyaku.

“Kayaknya udah 3 tahunan deh, terakhir sama mantan pacarku”jawabnya.

“Punya pacar ?”tanyaku agak heran.

“Yah, dulu sih mau mulai hidup baru sejak bubaran sama suami…Udah 2 tahunan ketemu sama cowo teman sekolah, tapi banyakan nafsunya. Aku masih muda juga…”katanya tersenyum.

Aku baru tahu ini kalau dia pernah punya pacar.

“Berapa lama ?”tanyaku menyelidik.

“Gak lama, Cuma 3 bulan trus bubar. Anakku protes karena banyakan waktu sama cowo itu”jawabnya pelan.

“Trus kalo lagi terangsang kamu gimana “tanyaku polos.

“Hahaha…..kayak gak tau aja kamu”katanya sambil memencet hidungku. “fungsi jari bukan Cuma ngetik doing”katanya.

Jilatan Astrid telah berada di atas pusarku, lidahnya dicoba untuk masuk dalam lubang pusarku, dapat kudengar desahnya. Walau desahku lebih besar darinya. Kini lidah Astrid menyisir bulu-bulu penisku. Aku semakin tak tahan. Tapi aku menunggu, karena aku tahu kemana tujuan sebenarnya jilatan lidah Astrid itu.

Ternyata aku salah, kukira Astrid akan melahap penisku. Ternyata Astrid malah menjilat jilat kedua bijiku bergantian. Tangannya tak lepas mengocok penisku. Sambil sesekali jari jempolnya menyapu ujung penisku yang telah basah karena air nikmatku telah membasahi bibir ujung kemaluanku. Geli dan nikmat sekali waktu Astrid melakukan itu. Aku tersentak karenanya.

Karena waktu Astrid melakukan itu badannya agak nungging di sampingku, maka kucoba meraih bongkahan pantatnya. Kuusap-usap, Astrid mendesah nikmat rupanya. Jariku tak mau berhenti sampai disitu, jariku mencari-cari lubang kemaluannya. Setelah jariku menemukannya ternyata sudah basah sekali. Semua itu membuat jariku semakin mudah untuk mencari lubangnya.

Kusapu lubangnya dengan jariku sambil sekali-kali kumasukan jari telunjukku ke dalam lubangnya. Astrid mendesah hebat sambil melepas jilatan lidahnya dari kedua bijiku. Kuraih pantat Astrid agar tepat berada di atas wajahku. Kini kedua tanganku beraksi atas bagian belakang tubuh Astrid. Jari telunjuk tanganku yang kanan kumasukan ke dalam lubang vagina Astrid sambil memaju mundurkan. Sedangkan jari telunjuk tangan kiriku menggosok gosok clitorisnya. Dapat kulihat dari bawah selangkangannya, Astrid membuka mulutnya lebar tanpa bersuara merasakan nikmat.

Ketika niatku hendak menggunakan lidahku untuk menjilat vaginanya, aku merasakan nikmat dan sedikit ngilu yang tak terkira. Rupanya Astrid telah melahap bagian kepala penisku. Lidahnya melilit-lilit di atas permukaan kepala penisku.

Akupun ingin menandinginya dengan mejilat-jilat permukaan lubang vagina Astrid. Sambil sekali-kali kucoba untuk memasukan lidahku kedalam vaginanya. Agak asin memang, tapi yang lebih terasa adalah nikmatnya. Semakin nikmat lagi saat kudengar Astrid mengeluh karena jilatan lidahku.

Astrid telah memasukan penisku setengahnya dalam mulutnya sebentar sebentar dinaikan kepalanya, kemudian diturunkan lagi. Yang membuat aku merasa nikmat adalah saat Astrid menurunkan wajahnya untuk melahap penisku, karena Astrid telah mengecilkan lingkaran mulutnya. Sehingga hanya pas sedikit ketat ketika bibirnya menelusuri penisku dari atas ke bawah. Oh nikmat sekali.

Aku hampir saja muncrat kalau aku tidak segera minta Astrid membalikan badannya hingga wajahnya berhadapan denganku. Aku membalas senyumnya yang kelelahan menahan nikmat yang baru saja kami alami.

Kucium lagi mulutnya yang sangat becek oleh air liurnya. Lalu kubalikan Astrid agar berada dibawahku. Kulebarkan selangkangannya kugenggam penisku dengan tangan kananku, lalu kugosok-gosok kepala penisku pada permukaan kemaluannya.

“Oh.., Rii.., terus Harii.., aahh.., nikmat sekali.., sshh”, erang Astrid. Akupun mempercepat gesekannya, Astrid menggeleng gelengkan kepalanya.

Lalu dengan tiba tiba kutancapkan penisku ke dalam vaginanya yang sudah banjir itu dengan satu hentakan keras, masuklah 3/4 nya penisku dengan leluasa. Bersamaan dengan itu Astrid berteriak sambil badannya sebatas bahu terangkat seperti hendak berdiri matanya membelalak menghadapi tikamanku yang tiba-tiba itu.

“oohh Harii.., enaak.., terus.., Riii.., terus.., lebih cepat Ri.., ayo Ri.., terus.., aahh”, erang Astrid sambil menghempaskan kembali bahunya ke kasur.

Kedua tangan Astrid membelai wajahku sambil menggigit bibirnya yang bawah matanyapun menunjukan bahwa saat ini Astrid sedang merasakan nikmat yang tiada tara. Akupun semakin cepat memaju-mundurkan penisku. Nikmat yang kurasakan tiada bandingnya. Vagina Astrid masih boleh dibilang sempit.

“Enak Tri?”, tanyaku padanya sambil memaju-mundurkan penisku. Astrid tidak menjawab, hanya desahannya saja yang semakin jelas terdengar.

“Enak nggak Tri?”, tanyaku lagi. Astrid menjawab dengan anggukan kecil sambil menggigit kembali bibir bawahnya.

“Jawab dong Tri, nikmat nggak?”, paksaku walaupun ini adalah pertanyaan bodoh.

“Luar biasa Rii.., sshh.., aku hampir keluar nich oohh”, katanya terputus putus.

“Aku masukin semuanya yach Tri?”, tanyaku padanya yang sedang melayang.

“sshh.., em.., emangnya belum semuanya dimasukin?”, Astrid balik bertanya heran sambil menatapku dengan sayu.

“Belum!”, Jawabku singkat sambil terus maju mundur.

Tangannyapun bergerak ke bawah untuk memastikan belum semua penisku masuk ke dalam lubang vaginanya. Ketika tangannya berhasil menyentuh sisa penisku yang masih di luar, aku merasa tambah nikmat.

“Oohh.., Ri masukin Ri..., masukin semuanya Ri.., aahh”, pintanya sambil menarik pinggangku dengan kedua tangannya dan matanyapun terpejam menantikan.

“Bangsad, kirain Cuma aku yang otaknya sering ngeres “katanya ngawur.

“Lha, emang selama ini kamu sering ngeres” tanyaku sambil menancapkan kontolku.

“Ahh…ssshh….serumah berdua kamu emang otakku mikirnya apaan “katanya mendesah sambil menekan pinggulnya ke atas.

“Ahh….kok samaaa”kataku.

Kucoba menahan tarikan tangan Astrid pada pinggangku, agar masuknya sisa penisku tidak terlalu cepat. Aku ingin memberikan kenikmatan tak terlupakan padanya.

Benar saja, ketika sedikit demi sedikit sisa penisku masuk, Astrid mendesis seperti ular yang berhadapan dengan musuhnya. “Sshh.. sshh”, sambil matanya terpejam ketat sekali menahan nikmat telusuran penisku ke dalam vaginanya. Kedua tangannyapun menjambak-jambak rambutnya sendiri.

Tanpa diduga kucabut penisku, hanya tinggal kepalanya saja yang masih tenggelam. Astrid seperti ingin protes, tapi terlambat. Karena aku telah menekannya lagi dengan sekali tancap masuklah semua penisku.

“Edwiinn!”, teriak Astrid keras sekali sambil tangannya memukul-mukul tempat tidur.

Aku semakin percepat gerakanku, walaupun aku sudah merasa sedikit lelah dengan pinggangku yang sejak tadi maju mundur terus.

“Terus Ed.., oohh.., terus.., teruss.., oohh.., oohh.., aahh”.

Astrid mengerang bersamaan dengan tercapainya Astrid pada puncaknya, sambil tangannya meremas-remas sprei tempat tidur di kanan dan kirinya, badannya tersentak-sentak hanya putih yang kulihat di matanya.

Tapi aku masih terus memacu untuk menyusulnya, makin cepat, makin cepat lagi nafasku memburu. Bunyi nikmat terdengar dari dalam vagina Astrid karena air nikmatnya itu.

“Oh Tri.., oohh.., aahh..”, cepat kucabut penisku agar tak muncrat di dalam, kugenggam penisku, kuarahkan penisku ke perut Astrid, di sanalah air nikmatku mendarat.

Astrid cepat bangkit dan mendorongku agar telentang, kemudian Astrid melahap separuh penisku ke dalam mulutnya. Lidahnya menjilat-jilat mulut kecil di ujung penisku. Aku merasa ngilu sekali dan tangan Astrid yang mengocok-ngocok penisku seperti hendak memastikan agar keluar semua air nikmatku.

“Sudah Tri.., sudah.., ngilu nich.., uuhh.., sudah”, pintaku padanya. Tapi Astrid masih saja memaju-mundurkan mulutnya terhadap penisku yang semakin ngilu sekali. Setelah yakin tidak ada lagi air nikmat yang akan keluar dari penisku Astridpun merebahkan kepalanya di atas perutku sambil memandangku dengan penuh kepuasan.

Kemudian keadaan membisu, hanya detak jam dinding yang mengingatkan akan kenikmatan yang baru saja kami alami. Kami memang mencoba untuk mengingat kembali kejadian yang sempat membawa kami ke awang-awang.

“Tri, sudah jam 8 nich. Kamu nggak pulang?”, tanyaku memecahkan kesunyian. Astrid seakan tak mendengar ucapanku. Kemudian dengan lembut kuangkat kepalanya dan keletakan di atas kasur. Akupun coba bangkit, tapi sebelum aku turun dari tempat tidur kurasakan tangan Astrid memegang perutku.

“Mau kemana Har?”, tanyanya sambil melepas nafar panjang.

“Mau mandi dulu nich, lengket semua rasanya badanku”, Jawabku sambil menoleh ke arahnya.

“Tunggu dikit lagi, kita mandi sama-sama” Astrid memohon sambil melingkarkan kedua tangannya di pinggangku.

Lalu kamipun pergi ke kamar mandi dan mandi berdua serta mengulanginya permainan seks yang sempat terputus tadi di kamar mandi. Setelah merasa puas kamipun istirahat sambil berpelukan hingga esok pagi.

Sejak kejadian itui aku dan Astrid semakin akrab dan selalu mengulangi persetubuhan yang telah kami lakukan. Sampai akhirnya istrikupun pulang kembali ke apartemenku, tapi itu tidak membuatku lupa akan Astrid. Kami sering melakukannya di apartemenku tatkala istriku tidak ada atau di kantor, hotel serta apartemen Astrid bila istriku sedang di rumah.